• Mon. Nov 18th, 2024

    Beberapa Usulan Pengembang untuk Program 3 Juta Rumah Gagasan dari Prabowo-Gibran

    0
    (0)

    Ilustrasi rumah. Foto: Dok Istimewa

    Jakarta—Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI) sedang menyelidiki rencana percepatan pembangunan perumahan untuk program 3 juta rumah, yang diusulkan oleh Presiden dan Wakil Presiden terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Salah satu bagian dari rencana tersebut adalah usulan mereka untuk membentuk Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan (BP3).

    Junaidi Abdillah, Ketua Umum DPP APERSI, mengatakan bahwa BP3 memainkan peran besar dalam mempercepat pembangunan rumah di Indonesia, terutama untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Pada tahun 2033, Indonesia berpotensi mencapai zero gap backlog.

    “Rencana APERSI kenapa mendorong BP3 harus berjalan, salah satunya pembiayaan. Pembiayaan ini macam-macam, ada dana pemerintah, dana investasi dari luar juga bisa kalau masuk ke Tapera. Banyak macam jenisnya. Visinya memperkuat penyaluran KPR untuk semua masyarakat khususnya masyarakat MBR,” kata Junaidi di Kantor DPP APERSI, Jakarta pada Kamis (19/7/2024).

    Selain itu, APERSI menekankan data backlog Indonesia yang tidak jelas mengenai jumlah, wilayah, dll. Mereka mengharapkan bahwa dengan pembentukan BP3, database backlog Indonesia akan membantu mereka ke depannya.

    Koperasi-Bumdes Jadi Penjamin MBR Ambil KPR

    Selain itu, MBR di daerah pedesaan menghadapi tantangan untuk mengajukan KPR karena penghasilan mereka tidak menentu, mereka tidak memiliki slip gaji, dan mereka dibayar secara tunai. Solusi yang mereka tawarkan adalah mengajak koperasi dan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) untuk bertindak sebagai penjamin bagi MBR di daerah pedesaan untuk mengambil KPR.

    Di Indonesia, mungkin gajinya tidak dapat dibayar. Jika pedagang keliling tidak dapat dikreditkan karena perizinan dan administrasi, perbankan mungkin tidak dapat menerima situasi ini. Konsep ini juga berkaitan dengan koperasi. Menurutnya, perusahaan ini berfungsi sebagai avalis atau penjamin bagi masyarakat yang tidak dapat dikreditkan ini.

    Sementara koperasi hanya berfungsi sebagai penjamin di masa depan, BP3 akan membantu dalam pembiayaan pembelian rumah melalui rencana yang ada saat ini. Harga rumah di pedesaan mungkin di bawah Rp 100 juta per unit jika BP3 berjalan.

    “Kan ada masyarakat yang menjadi tanggung jawab pemerintah dengan rumah sosial. Nah di atas rumah sosial dan MBR ini perlu diatasi karena BP3 ini bukan hanya menyasar MBR yang sarat pemerintah lagi. Kalau di desa ini bisa menyediakan rumah di bawah harga Rp 100 juta,” tuturnya.

    Alasan koperasi diikutsertakan dalam skema ini adalah organisasi ini mempunyai sistem keanggotaan. Mereka bisa menilai kredibilitas anggota yang ingin mengajukan cicilan pembelian rumah. Jika menurut mereka salah satu anggota dapat menyelesaikan cicilan rumah tersebut, penjaminnya adalah koperasi. Setelah mendapat pengakuan dari koperasi, anggota tersebut akan diarahkan oleh BP3 seputar pembiayaannya.

    Tidak hanya itu, APERSI juga akan menggandeng Bank Tanah untuk pembebasan lahan perumahan. Dengan begitu Bank Tanah dapat kembali ke tujuan awal pembentukannya yakni menyediakan lahan perumahan untuk MBR.

    “Bank tanah itu nggak tepat sasaran. Kenapa? Karena bank tanah peruntukkannya untuk masyarakat MBR. Tapi faktanya malah ngurusin tanah di hutan. Harusnya beda. Jadi mau sampai kapan di hutan? Ratusan tahun di hutan dibangun? Seharusnya aset aset pemerintah yang ada untuk permukiman,” ungkap Junaidi.

    Sumber Detik.com

    How useful was this post?

    Click on a star to rate it!

    Average rating 0 / 5. Vote count: 0

    No votes so far! Be the first to rate this post.

    0Shares

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *